Sabtu, 21 April 2012

9 Kartini Masa Kini

halo teman teman menyambut hari kartini disini gue mau berbagi artikel tentang 9 Kartini masa kini.. yak nama Kartini, sudah tidak asing lagi. Bahkan dalam kehidupan sekarang ini telah terpatri suatu sikap, khususnya sikap para Ibu, sikap para remaja dan pemudi putri, yang mencerminkan cita-cita luhur ibu Kita Kartini. sebelum itu apakah kalian tau kartini itu siapa, atau jangan jangan pada belom tau siapa itu ibu kartini, oke disini gue akan memberikan juga biografi tentang ibu Kartini.. yuk disimak cekicrooottt..



Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI.

Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Kartini bersama suaminya, R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat (1903).

Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.

Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Sekolah Kartini (Kartinischool), 1918.

Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, R.M. Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.


9 Kartini masa kini



Seperti R.A. Kartini yang telah berjuang membuka pikiran masyarakat Indonesia dengan tulisannya di "Habis Gelap Terbitlah Terang" maka 9 penulis wanita ini juga telah menyentuh hati dan pikiran banyak orang, mereka tidak takut untuk menyuarakan isi hati dan pendapat mereka mengenai kondisi sosial melalui tulisan dan karya lain mereka.

Semua ini adalah bukti bahwa perjuangan R.A. Kartini dulu membuahkan hasil yang baik pada generasi-generasi penerusnya


Novel pertama Marianne adalah 'Raumanen' yang dirilis tahun 1977 mengenai kisah cinta antar suku di tahun 60an. Buku ini mendapat berbagai penghargaan, salah satunya sebagai wanita pertama yang dianugerahi South East Asian Writer Award pada tahun 1982.

Sejak itu, Marianne telah menelurkan novel lainnya seperti 'Dunia Tak Bermusim', 'Anggrek Tak Pernah Berdusta', 'Terbangnya Punai' dan 'Rumah di Atas Jembatan'.

Selain terkenal sebagai penulis, Marianne juga dikenal sebagai teolog feminis pertama di Asia, bukunya yang berjudul 'Compassionate and Free: An Asian Woman's Theology' kini dijadikan sebagai salah satu buku panduan untuk sekolah teologi di seluruh dunia.

Marianne Katoppo meninggal dunia pada tanggal 12 Oktober 2007 di Bogor.


Dr. Ir. Ratna Megawangi, M.Sc adalah salah satu pelopor pendidikan holistik di Indonesia dan juga pengelola Yayasan Warisan Luhur Indonesia yang telah membangun 100 lebih sekolah di seluruh tanah air.

Selain sibuk menjadi dosen di Institut Pertanian Bogor, istri dari Menteri Komunikasi dan Informasi Sofyan Djalil ini juga telah menerbitkan buku yang cukup fenomenal yang berjudul 'Membiarkan Berbeda' pada tahun 1998 yang membahas mengenai relasi gender yang masih belum awam di Indonesia.


Novel pertamanya dirilis tahun 2002 dengan judul 'Tujuh Musim Setahun', namun namanya baru melejit saat meluncurkan novel pertama dari triologinya yang berjudul 'Indiana Chronicle - Blues' yang dilanjuti dengan 'Indiana Chronicle - Lipstick' dan 'Indiana Chronicle - Bridesmaid'.

Selain menjadi penulis fiksi dewasa, Clara juga telah menerbitkan buku anak-anak yang mendapatkan berbagai penghargaan, seperti buku 'Berbagi Cerita Berbagi Cinta' lalu seri 'Sejuta Warna Pelangi' dan seri terbarunya yang terdiri dari lima buku yang berjudul 'Bagai Bumi Berhanti Berputar'.

Novel lain karya Carla adalah 'Sayap Para Dewa' 'Dimsum Terakhi','Tiga Venus' dan 'Gerhana Kembar' yang terpilih untuk dijadikan cerita bersambung di koran harian Kompas yang dimulai pada akhir tahun 2007 sampai dengan awal tahun 2008. Selain itu dia juga telah menerbitkan buku kumpulan cerpen yang berjudul 'Malaikat Jatuh'.


Berawal sebagai model, Zara Zettira mungkin lebih terkenal sebagai nama lama dalam industri sinetron, dia telah menulis ratusan judul sinetron dan FTV yangg disiarkan hampir di seluruh stasiun swasta di Indonesia, judul-judul sinetron yang telah dia buat adalah 'Malin Kundang', 'Hikmah 1', 'Hikmah 2', 'Janjiku' dan lainnya.

Selain itu Zara juga sempat menjadi penerjemah beberapa novel bahasa Inggris ke bahasa Indonesia seperti serial novel remaja yang sempat terkenal di tahun 90an yaitu 'Sweet Valley High' dan 'Girl Talk'. Kini dia telah menerbitkan sekitar 10 novel antara lain adalah 'Jejak-Jejak Jejaka', 'Rasta & Bella' dan 'Mimi Elektrik', 'Prahara Asmara' dan 'Surat untuk Suami'.


Selain terkenal sebagai penulis, putri dari almarhum sutradara legendaris Indonesia Syuman Djaya ini juga dikenal sebagai pembuat film. Kini sudah 6 film yang sudah dibuatnya, antara lain adalah 'Mereka Bilang, Saya Monyet!' yang diambil dari kumpulan cerpen pertama Djenar yang berjudul sama yang dirilis tahun 2003. Film ini memenangkan Piala Citra pada tahun 2009.

Tulisan Djenar terkenal akan keberaniannya untuk membahas hal-hal tabu seperti seks dan kisah cinta yang sedikitnya tidak mengikuti norma di Indonesia. Kumpulan cerpen lainnya adalah 'Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)', 'Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta Pendek' dan untuk ulang tahun ke 38-nya tahun 2011 kemarin dia meluncurkan kumpulan cerpen dengan judul '1 Perempuan dan 14 Laki-laki' yang berisi kumpulan cerpen yang ditulis olehnya dan 14 penulis pria lainnya. Sedangkan untuk merayakan ulang tahunnya tahun ini, dia telah merilis kumpulan cerpen ke limanya yang berjudul 'T(w)itit!'.


Sebelum merilis buku pertamanya 'Saman' pada tahun 1998, Ayu Utami memulai karirnya sebagai jurnalis di berbagai tempat seperti Humor, Matra dan Forum Keadilan.

Selain sibuk menjadi penulis, Ayu Utami juga dikenal sebagai kurator di perkumpulan Teater Utan Kayu, Redaksi jurnal Kalam dan sebagai pendiri Aliansi Jurnalis Independen.

Tahun 2008, Ayu merilis 'Pengadilan Susila' yang diambil dari cerita teater yang dia buat bersama Agus Noor yang mengisahkan perjuangan melawan hak asasi wanita untuk menjawab ketidak setujuannya mengenai UU Anti Pornografi.

Selain 'Saman' beberapa novel lainnya adalah 'Larung', 'Bilangan Fu', 'Manjali dan Cakrabirawa' dan 'Cerita Cinta Erico' yang baru saja dia rilis tahun 2012 ini.


Siapa yang tidak tahu Dewi Lestari? Sebelum terkenal sebagai penulis, Dewi Lestari lebih dikenal oleh masyarakat sebagai penyanyi dan sebagai salah satu anggota dari trio RSD.

Novel pertamanya 'Supernova' terjual sebanyak 12000 eksemplar dalam kurun waktu 35 hari.

Wanita kelahiran 20 Janurai 1976 ini telah menelurkan total 4 novel di bawah seri Supernova yaitu: 'Supernova: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh', 'Akar', 'Petir' dan yang yang terakhir baru saja dirilis bulan ini yaitu 'Partikel'. Selain novel dan beberapa album, Dee (nama penanya) juga telah mengeluarkan 3 buku cerita pendek yaitu 'Filosofi Kopi', 'Rectoverso' dan 'Madre'.


Novel Fira Basuki yang pertama diluncurkan tahun 2001 dengan judul 'Jendela-Jendela' yang dilanjutkan menjadi trilogi dengan munculnya 'Pintu' dan 'Atap' setelahnya. Sejak itu dia telah menelurkan novel dan kumpulan cerpen lainnya yang itu 'Brownies', 'Biru', 'Rojak', 'Alamak' dan juga seri 'Mrs B' ('Call Me B', 'Will U Marry Me', 'Becoming Mommy' dan lainnya)

Kebanyakan cerita dalam novel Fira berlatar belakang di negara-negara yang pernah ditinggalinya, yaitu Indonesia, Singapura dan Amerika.


Penulis muda ini terkenal melalui novelnya yang berjudul 'Eiffel I'm in Love' yang ditulisnya saat masih berumur belasan tahun. Selain laku dijual, novel 'Eiffel I'm In Love' diadaptasi menjadi film layar lebar yang juga laku keras mendatangkan penonton ke bangku bioskop.

Novel keduanya adalah 'Lost in Love' yang juga diadaptasinya sebagai film. Selain menulis, dia juga mulai sibuk menekuni bidang perfilman sejak keikutsertaannya sebagai penulis naskah di film 'Eiffel I'm in Love'.




-SELAMAT HARI KARTINI-

mungkin cuman segitu aja yg bisa gue tulis mudah mudahan bermanfaat bagi kalian semua. hehe. semoga Hari Kartini ini senantiasa kita peringati setiap tahun. tapi janganlah pada saat-saat peringatan ini saja kita menampilan hasil karya dan cipta kaum wanita. Namun lebih daripada itu, mudah-mudahan setiap hari, setiap masa wanita Indonesia, tetap berjuang dan tetap bercitra, sebagai bangsa yang harum namanya.. demikian yg bisa saya sampaikan wassalam :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar